PENJELASAN TENTANG VIDEO GAME

Video game adalah salah satu seni populer yang paling berkembang secara signifikan dalam kurun limapuluh tahun terakhir ini, dan kaitan filosofis yang kuat muncul dari pengerjaan artistik teknologi komputernya. Sementara media seni (artistik) lainnya, seperti musik, film telah lebih dulu mengalami efek-efek teknologi digital, terutama yang berhubungan dengan perubahan dalam mode-mode digital produksi dan distribusi. Perkembangan videogame tampaknya berhubungan dengan perkembangan media artistik baru secara keseluruhan (Tavinor, 2009).

Videogame dan Interaktivitas
Sejauh perkembangan formal dan teknologis membuat videogame berbeda sebagai sebuah media seni (artistik), perbedaan ini muncul dari interaktivitasnya. Seketika ada kesadaran yang logis bila videogame lebih interaktif dari media artistik tradisional: tidak seperti film Star Wars yang penontonnya pasif dengan apa yang terjadi di layar, para pemain videogame Star Wars: The Force Unleashed bisa mengadopsi sebuah karakter seperti Darth Vader yang bisa mereka perankan di dunia khayalan sebuah game.

Bagaimanapun, ada keraguan-keraguan tentang kegunaan dan ketepatan dalam menjelaskan videogame sebagai sesuatu yang interaktif. Teoritisi game (permainan), Espen Aarseth menolak pemakaian istilah itu untuk videogame, dan berpikir bahwa sebutan “fiksi interaktif” tidak berarti apa-apa dan tidak penting (1997: 50). Bahkan, mungkin ada beberapa alasan untuk tuduhan sepele ini: videogame adalah permainan, dan menyebut permainan “interaktif” terkesan berlebihan. Kesulitan selanjutnya adalah untuk menjaga videogame menyiratkan interaktif karena media tradisional pada beberapa hal bersifat pasif tentu agak problematis. Namun, sejauh ini semua seni bersifat interaktif karena melibatkan apresiator dalam sebuah ikatan fisik dan kognitif dengan karya itu sendiri. Akibatnya, seperti yang dicatat oleh Dominic Lopes, karena kehadirannya yang berbeda sebagai kata kunci teknologi dan juga penggunaan teoritis yang terbatas tanpa membuat makna substantif yang lebih spesifik, konsep “interaktivitas” mudah untuk disalahgunakan (2001: 67).

Memang, kita bisa membingkai interaktivitas videogame dengan menggunakan teori Lopes tentang seni digital. Lopes berpendapat bahwa beberapa karya seni akhir-akhir ini, dengan mengeksploitasi potensi keterwakilan komputer, memungkinkan mode-mode keterikatan interaktif apresiator yang “tak satupun media seni lainnya bisa menikmati” (2003: 112). Teori Lopes yang dikembangkan untuk menjelaskan karya seni digital, bisa diaplikasikan ke videogame karena ia melihat aktivitas permainan tradisional sebagai paradigma interaktivitas yang sekarang terlihat di seni digital. Dengan membedakan antara karya-karya “sangat interaktif” dan yang “kurang interaktif”, ia menyatakan bahwa:

Permainan sangat interaktif karena masukan-masukan penggunanya membantu menentukan keberlangsungan permainan tersebut. Sementara itu, media yang kurang interaktif, masukan-masukan penggunanya menentukan struktur mana yang diakses atau di dalam rangkaian mana struktur tersebut diakses. Pada media yang sangat interaktif, kita bisa mengatakan bahwa struktur itu sendiri dibentuk sebagai bagian dari pilihan-pilihan antar-pemain (interactor’s choices). Oleh karena itu, karya-karya yang sangat interaktif adalah karya-karya yang properti strukturalnya sebagian ditentukan oleh tindakan-tindakan antar-pemain (interactor’s actions). (2001: 68)

Banyak hal dari yang dirujuk sebagai interaktif dalam dunia digital adalah, seperti disimpulkan Lopes, hanya yang lemah sisi interaksinya karena permainan tersebut sekadar melibatkan apresiator dalam hal mengarahkan jalan mereka melalui stuktur yang belum ditentukan. Akan tetapi, permainan seperti catur sangat interaktif karena keberlangsungan permainan ditentukan oleh keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pemain dari awal permainan dan kumpulan aturan atau “alogaritma” yang menentukan transformasi atau gerakan yang diizinkan (Juul, 2005). Karakterisasi permainan dengan interaktivitas yang kuat ini bisa diterapkan pada karya-karya seni interaktif karena mereka berbagi struktur algomatrik produktif yang sama dengan permainan. Ketika objek interaktif dipertimbangkan sebagai sebuah karya seni, struktur-struktur dipertimbangkan sebagai hal-hal di balik “properti intrinsik atau representasional apapun yang dimilikinya, pemahamannya adalah bagian mana yang penting untuk keterikatan aestetik dengan hal itu” (2001: 68).

Cukup jelas bahwa videogame memang diperhitungkan sangat interaktif dari sudut pandang Lopes: videogame tidak sekadar melibatkan pemilihan perintah-perintah dimana struktur representasional permainannya dialami. Namun, videogame juga melibatkan pemain untuk merasakan efek struktur potensial permainannya, dan bagaimana struktur-struktur tersebut digambarkan. Ketika bermain sebagai Niko Bellic dalam Grand Theft Auto IV, pemain tidak hanya mengisyaratkan representasi bagian-bagian karya seni yang sebelumnya telah disandikan, seperti ketika mereka memilih perintah untuk membaca bab-bab dalam novel atau mendengarkan lagu dalam sebuah album—keduanya masuk dalam contoh Lopes mengenai interaktivitas yang lemah (2001: 68-69). Melainkan, pemain membentuk apa yang sebenarnya terjadi pada permainan tersebut. Pemain bisa berkata: permainanku pada Grand Theft Auto IV sepertinya menjadi unik bagiku karena di dalam kejadian-kejadian fiksional yang terjadi dalam permainanku bergantung pada keputusan-keputusanku: semua rincian dalam permainan tersebut muncul hanya setelah aku memberikan masukan.

Karenanya, interaktivitas terikat kuat dengan isu ontologis videogame sebagai karya-karya dengan perumpamaan berlipat, karena videogame terlihat menjadi tipe-tipe karya yang membutuhkan interaksi seorang pemain sebelum ia ditiru sebagai tanda. Dalam mengatur ontologinya pada karya seni massa, Noel Carroll mencatat bahwa walaupun perbedaan sebuah tipe atau tanda penting untuk menangkap sesuatu yang berhubungan dengan tipe-tipe karya perumpamaan ganda dan perumpamaan-perumpamaannya, perbedaan logisnya tidak terlalu matang untuk menangkap apa yang dimaksud sebagai berbagai macam bentuk contoh karya seni bercorak (1998: 212). Ia menyatakan bahwa sebuah pertunjukan teater ditiru dari sebuah “interpretasi” skenario; film ditiru dari pemutaran sebuah “template.” Videogame adalah kasus yang jelas dari karya dengan perumpamaan ganda, dan juga perbedaan-perbedaan yang jelas dari jenis-jenis karya lainnya yang mereka tiru. Artefak representasional pada basis videogame seperti Grand Theft Auto IV bukan template dari sudut karya yang diapresiasikan diperlihatkan, atau skenario yang diintrepretasikan. Namun, interaksi seperti itu penting dalam mencontohkan videogame adalah sebuah permainan, yakni pemain “mengungkap” sesuatu pada struktur permainan tersebut melalui interaksinya (Lope, 2001: 74). Karya bergantung pada sebuah algoritma yang memungkinkan berbagai perubahan yang tergantung pada banyak detil masukan dari pemain.

Beberapa struktur yang terdiri dari sebuah perumpamaan videogame adalah berbagai macam representasi grafis, aural, tekstual, bahkan tekstur pada sebuah perangkat displai. Ini karena tekstur tersebut membuat sebuah permainan yang berperan untuk mengubah algoritma permainan. Lebih lanjut, karena representasi-representasi ini nyaris selalu berupa peristiwa fiksional, dalam menggambarkan situasi dengan keberadaan yang diimajinasikan, kita mungkin—dalam pandangan Walton—mengatakan bahwa struktur tersebut (yang ditentukan oleh pilihan-pilihan penginteraksi) adalah modal properti yang secara persepstual menggambarkan dunia fiksi (Walton, 1990: 21). Karenanya, videogame bisa jadi merupakan “fiksi interaktif” dalam makna yang kuat secara teoritis (Tavinor, 2005).

Kendali terhadap peristiwa fiksi yang dalam film dilihat atas pilihan-pilihan sutradara, penulis, penyunting—karena mereka yang memegang peranan penting dalam menyandikan template dimana film dipertontonkan—dalam videogame, secara efektif, diserahkan kepada pemain. Sementara itu, pada kasus film, penonton berjumpa dengan karya setelah karya itu dibentuk dalam bentuk rol film atau berkas digital. Dalam videogame, properti imajinatif dibentuk hanya setelah pemain berinteraksi dengan permainan itu dan menyesuaikan dengan aktifitas imajinatif dan pastisipatif mereka sendiri terhadap properti tersebut. Ini berarti bahwa sementara penonton sebelumnya terlihat pasif terkait dengan hal yang sudah dibentuk oleh karya, para pemain videogame adalah kontributor aktif pada fiksi dan narasi permainan yang mereka mainkan.

Tentu saja, interaktivitas ini separuhnya berasal dari teknologi komputer karena bertindak sebagai representasi properti yang bisa mengubah representasi audio visual dalam waktu yang bersamaan melalui struktur-struktur algoritmisnya, tergantung pada masukan pemain. Videogame yang telah mencapai akhir-akhir representasionalnya dalam hal perangkat, seperti mesin permainan, model-model poligon, kamera virtual, pipa grafis, dan lain-lain, sangat menarik dalam kualifikasinya sendiri. (Tavinor, 2009: 61-74)

Videogame sebagai Seni Interaktif
Tanpa perdebatan, saya telah mengakui bahwa videogame adalah karya seni dan lebih jauh lagi, videogame adalah seni interaktif. Ada dua kesulitan terlihat dari pengakuan ini. Yang pertama, ada kecemasan umum dengan status seni videogame. Yang kedua, ada kecemasan aspek-aspek artistiknya bukan sesuatu yang interaktif bahkan andaikan videogame adalah seni. Seperti pengakuan Lopes bahwa permainan tradisional adalah sebuah paradigma interaktivitas. Hal ini bisa diperdebatkan bahwa walaupun beberapa videogame layak disebut seni, mereka bersifat interaktif hanya pada sifat-sifat alami mereka sebagai permainan. Bahkan, sepertinya ini hanya kasus dengan banyak videogame yang struktur artistik kuncinya – seperti narasi – kurang memiliki karakteristik interaktivitas gameplay. Dalam permainan seperti Metal Gear Solid 2, gameplay ini sebentar beristirahat (pause) jadi kisah permainan tersebut bisa diungkapkan dengan film pendek yang belum jadi. Lebih jauh lagi, kisah yang diceritakan lewat adegan-adegan terpotong ini sama untuk semua permainan yang tidak bergantung pada apa yang dilakukan pemain selama gameplay. Pada kasus seperti ini, seni permainan terlihat seperti sebuah lapisan artistik yang tidak interaktif atau sedikit interaktif dalam permainan yang sangat interaktif.

Catatan ini tidak mengalamatkan diri sebagai isu yang pertama dan membahas perihal videogame sebagai sebuah karya seni; ini merupakan isu yang telah dibahas di kesempatan lain (Smuts, 2005; Tavinor, 2009). Namun saya akan menyampaikan isu yang kedua, dan mengakui bahwa struktur-struktur yang ditentukan oleh interaksi pengguna dalam videogame yang memiliki kecenderungan artistik akhir-akhir ini merupakan keadaan representasional yang penting guna aspek permainan maupun aspek artistik dalam videogame. Alasannya adalah kedua aspek ini secara bertahap bertempat di struktur representasional tunggal. Lalu, apa yang interaktif dari videogame sebagai seni?

Karena dewasa ini videogame menyajikan ragam permainan yang kaya secara representasional, pada prinsipnya struktur artistik yang sangat interaktif dalam banyak videogame adalah permainannya itu sendiri. Bermain telah menjadi bagian penting dalam konsepsi Barat tentang seni, dan walaupun beberapa permainan memiliki properti estetik—misalnya, pembukaan dalam sebuah permainan catur bisa disebut “anggun”—ini jarang menjadi dasar untuk menyebut bahwa permainan catur sebagai seni (namun lihat Humble, 1993, and Osborne, 1964). Namun permainan yang ditemukan dalam videogame memang sering digambarkan dengan cara artistik, karena sifat representasionalnya yang kompleks sebagai sebuah fiksi. Gerakan dan tujuan dalam banyak videogame akhir-akhir ini tidak semata-mata berupa kemungkinan-kemungkinan formal dengan signifikansi representasional yang kecil, yang mungkin seperti dalam permainan seperti catur atau checkers, namun juga cerita-cerita pertahanan yang digambarkan melalui dunia-dunia fiksi yang terikat secara estetik.

Contohnya, aturan dan tujuan dalam permainan peran pasca apokaliptik Fallout 3 ditentukan oleh kemampuan karakter pemain dan tujuan-tujuan fiksional mereka, dan permainan ini menyoal tentang kebertahanan hidup dan meningkatkan kemampuan dalam dunia permainan Capital Wasteland. Untuk melakukan ini, pemain harus bertarung dengan lawan-lawan yang ada di dalam dunia itu, mencari sumber daya, dan berinteraksi dengan penghuni dunia game tersebut dengan percakapan dan hal-hal (yang sering lebih kasar) lainnya. Karena keterampilan asli permainannya, banyak pertarungan dunia permainan (gameworld) memiliki atmosfir dan gaya yang luar biasa: muncul dari bunker pada awal permainan, pemain diserang oleh kesuraman yang menyilaukan dari dunia pasca apokaliptik; atau, jauh di dalam Wasteland, ketika malam tiba, pemain berhadapan dengan Gedung Dunwich, dan cerita-cerita horor di dalamnya. Para gamer dan kritikus game juga menggambarkan permainan cerita dalam hal estetik, dan mengevaluasinya dengan cara yang sama dengan praktik-praktik evaluatif penikmat seni tradisional: bukti paling baik untuk ini adalah ulasan-ulasan dan tulisan-tulisan kritis yang ditemukan di literatur permainan yang sedang berkembang.

Banyak game baru, terutama variasi “sandbox” atau “open-world”, mendorong permainan dalam bentuk ekplorasi estetik bebas di sebuah dunia fiksi. Eksplorasi lingkungan estetik, seperti Liberty City dalam Grand Theft Auto IV, atau propinsi fantasi Cyrodiil dalam The Elder Scrolls: Oblivion sangat interaktif karena meskipun lingkungan grafisnya berdasarkan model 3D rigid, struktur artistik yang diubah pada akhirnya bergantung pada aktivitas eksploratif pemainnya. Secara teknis, “eksplorasi” ini ditentukan oleh kontrol pemain terhadap kamera virtual yang digunakan permainan 3D untuk mendefinisikan sudut pandang fiktif pemain dalam dunia permainan (Tavinor, 2009: 67). Dengan permainan yang merangkai dunia virtual secara estetik, permainan Open-World sering dimainkan dengan motivasi estetik. Permainan-permainan itu sendiri mendorong cara bermain aestetik semacam ini: Grand Theft Auto IV memberikan pemainnya akses ke sebuah helikopter, dan salah satu penggunaan yang paling memikat adalah melakukan penerbangan skenik untuk mengalami keindahan dinamis yang penting di Liberty City. The Elder Scrolls: Oblivion berisi lokasi-lokasi pegunungan yang susah diakses yang sepertinya diletakkan hanya untuk mendorong eksplorasi estetik lingkungannya.

Alasan penting selanjutnya mengapa permainan cerita menarik untuk digolongkan artistik adalah sifat emosional yang kaya: permainan cerita semakin kuat memiliki kemampuan untuk menggambarkan pengalaman-pengalaman fiksional langsung yang kaya yang digambar dalam emosi-emosi pemainnya. Dalam videogame, pemain bisa mempunyai macam-macam emosi yag bergantung pada kemampuan mereka untuk menjadi partisipan dalam situasi provokatif yang emosional: ini memungkinkan pemain untuk khawatir membahayakan karakter fiksional, bersalah karena telah melakukan itu, atau bahkan memiliki perasaan simpati dan peduli pada karakter-karakter, seperti yang didemonstrasikan permainan BioShock. Oleh karena itu, videogame memiliki kemampuan untuk melibatkan emosi pemain dengan satu cara yang mungkin disangkal fiksi-fiksi tradisional yang tidak interaktif seperti novel dan film. Selanjutnya, ini karena permainan—aturan-aturan serta tujuan-tujuan—diwakili oleh kumpulan tantangan-tantangan dan rintangan dalam dunia fiksi.

Akhirnya, kedua cara bermain dan seni pada permainan seperti itu dibangkitkan oleh peralatan fiksi interaktifnya yang seni dan permainannya bertepatan dalam struktur tunggal sebuah fiksi interaktif. Seni permainan seperti itu tidak sekadar bumbu dalam permainan (yang dicontohkan sangat baik sebelumnya) namun adalah alat-alat yang menggambarkan permainan.

Aspek interaktivitas videogame berdampak pada bagaimana kualitas artistiknya dievaluasi karena mengukur kualitas artistik videogame membutuhkan permainan yang diulang-ulang. Lopes berpendapat bahwa dalam seni digital interaktif yang kuat, “kontur-kontur tipe karya digambar oleh bagaimana interaksi mungkin terjadi” (2003: 112). Dengan cara yang sama, jangkauan permainan dimungkinkan oleh videogame untuk memperlihatkan luas sebenarnya dari properti artistik. Untuk mendapat pencapaian yang nyata dalam sebuah permainan sandbox seperti Fallout 3 memerlukan pemain yang melakukan pendekatan terhadap dalam beberapa kesempatan dan dengan cara yang berbeda terhadap permainannya, dan sebenarnya, permainan juga menfasilitasi beberapa cara bermain yang sangat berbeda. Ini, tentu saja, menjelaskan kedalaman yang luas dan nilai pengulangan seperti permainan-permainan open-world: sementara penembak pertama yang linear mungkin selesai dalam sepuluh jam atau lebih, permainan-permainan open-world bisa mendukung ratusan jam permainan cerita.

Perkembangan formal dalam memainkan videogame terletak pada pemberdayaan pemain sebagai seorang aktor yang memiliki interaksi substantif dengan properti artistik hingga sesuatu terungkap dari karya seni digital. Potensi interaktif ini tidak bisa serta-merta dikatakan tidak sesuai dengan pertanyaan atas pesatnya perkembangan permainan video dan popularitasnya dewasa ini. Dan popularitas ini mungkin sebagian berdasarkan fakta bahwa permainan video masih dalam keadaan artistik yang belum matang. Sudah cukup bukti bahwa interaktivitasnya tidak hilang dalam potensi artistiknya, dan permainan video memang memiliki alat-alat yang bentuk seninya bernilai dan berbeda. [*]

0 komentar:

Posting Komentar