Kebudayaan digital

Kita terasa seperti hidup di dunia lain. Begitu cepat berubah. Medio 90-an, ponsel hanya dipakai kalangan tertentu, sangat prestisius, walaupun beratnya hampir mencapai satu kilogram. Sekarang, telepon genggam itu begitu meluas, seperti pengunaan pulpen ataupun korek api. Ponsel tidak lagi mengenal kelas social dan lokasi. Hampir tidak ada kawasan di bumi Aceh yang tidak terjangkau alat canggih itu. Penggunaannya pun macam-macam, dari urusan sehari-hari, bisnis, sampai pembocoran soal UAN oleh guru kepada murid. Tak jarang pula, seorang nyak-nyak penjual sayur di Pasar Peunayong, dapat mengorder on peugaga (daun pegagan), dan boh jambei kleng (jamblang) dari Lampanah Leungah, hanya dengan alat canggih buatan alkafirun itu.

Ponsel selain praktis plus murah dan terus berkembang menjadi suatu kebutuhan pokok yang massal. Bersamaan dengan gelombang ponsel terjadi pula arus kuat penggunaan komputer dan internet. Sekalipun pada awalnya istilah komputer sering membuat orang kampung “takut,” kini alat-alat itu dapat dijumpai dimana-mana. Kini komputer dan internet tidak hanya berasosiasi dengan kampus, sekolah, perbankan, dan dunia usaha skala besar. Komputer kini menjadi alat manajemen mesjid, alat pendidikan di dayah, alat pembukuan dan komunikasi pedagang pengumpul ikan ekspor. Komputer juga menjadi alat manajemen pedagang pengumpul kopi di Gayo, dan teman sehari-hari para geusyik atau sekretaris desa di berbagai pelosok.

Ketika ponsel, komputer, dan internet digabung, jadilah ia alat kecil, seperti merek ipod yang sangat canggih itu. Kini, dengan instrument seperti ipod, pedagang kopi di kampung pelosok di Gayo akan tahu berapa harga kopi hari ini di pasar New York dan Tokyo. Pada saat yang sama pedagang pengumpul ikan yang melayani pedagang besar di Medan melalui alat itu akan tahu berapa harga kerapu bebek, bawal putih, atau udang kelong dan lobster di pasar Hongkong atau Singapura. Demikianlah, perkembangan teknologi telah semakin menghilangkan batasan waktu dan ruang. Dengan hanya bermodalkan batere, layar kecil, otak kecil, yang semuanya tergabung menjadi alat canggih komunikasi itu, dunia menjadi semakin kecil. Seseorang tidak membutuhkan kualifikasi pendidikan khusus untuk dapat menggunakan alat-alat itu. Hanya punya kemampuan dasar membaca, seseorang dapat menjelajahi pustaka maya, pasar maya, dan dapat mengunjungi berbagai tempat di dunia dalam bilangan detik atau menit. Apa sebenarnya yang sedang terjadi di depan mata kita? Apa yang akan dialami oleh anak-anak kita ?.Apa akibat ekonomi dan sosiologis dari berbagai perkembangan itu? Apa ancaman,peluang dan pilihan dari berbagai perkembangan itu?

Revolusi budaya
Suka tidak suka, mau tidak mau, saat ini kita sedang hidup dalam arus perobahan yang sangat dasyhat. Kemajuan teknologi—utamanya teknologi informasi-, manusia kini mengalami berbagai perubahan di segala aspek kehidupan. Dunia menjadi kecil, semua orang terkoneksi. Lewat teknologi informasi, apa saja perkembangan dapat diketahui. Sebuah revolusi peradaban manusia gelombang ketiga dengan kecepatan sangat tinggi.

Manusia membutuhkan jutaan, mungkin milyaran tahun untuk dapat tinggal secara menetap, meninggalkan kehidupan mengembara, dengan membangun pemukiman. Hal itu terjadi ketika mereka mampu membudidayakan tanaman dan hewan, kira-kira 10.000 tahun lalu.Pusat-pusat peradaban dunia dan kemajuan seringkali berasosiasi dengan kawasan yang mempunyai kesuburan tanah yang tinggi dan air yang cukup. Kawasan Sumeria di Irak, kawasan Nil, kawasan Sungai Kuning di Cina, dan berbagai kawasan subur lainnya di dunia adalah kawasan awal peradaban pertanian. Basis peradaban dibangun dari keberlimpahan pangan, dimana administrasi dan berbagai kemegahan selalu berasosiasi dengan eksplotasi dan manajemen sumber daya pertanian. Pemain utama peradaban pada masa itu adalah negara, yang berekspansi kemana-mana.

Revolusi industri baru terjadi kurang dari 300 tahun lalu-ketika James Watt menemukan mesin uap yang diikuti oleh berbagai penemuan lain di Eropah. Hal itu telah membuat ketergantungan manusia kepada alam semakin berkurang. Bahkan telah mengubah peradaban manusia dari kehidupan barbar, menjadi semakin barbar, untuk kemudian kembali menjadi manusia beradab.

Revolusi industri telah menjadikan hampir semua tempat di muka bumi dijajah oleh bangsa-bangsa Eropah, dan Amerika. Akibat dari kemajuan teknologi itu pula, bangsa-bangsa Asia, Afrika, dan Amerika Latin memperoleh kemerdekaan. Revolusi industri menjadikan penduduk kawasan pedesaan bermigrasi ke kawasan perkotaan dalam jumlah yang besar. Saat ini lebih setengah penduduk dunia tinggal di perkotaan, dan pada tahun 2030 jumlahnya akan mencapai hampir 70 persen. Industri dan kemajuan teknologi menjadi penyangga besar peradaban. Sumber kekayaan bangsa dan individu lebih berasosiasi dengan penguasan dan kepemilikan teknologi. Negara maju, kawasan maju, dan individu cemerlang hampir selalu terkait dengan kata industri, dan itulah yang terjadi pada paruh akhir revolusi industri yang dialami oleh Jepang, Korea Selatan, Brazilia, Cina, Taiwan, dan Malaysia. Revolusi industri membuat pemain besar peradaban berpindah dari negara kepada dunia usaha. Berbagai perusahaan Eropah menjelajah kemana-mana, dan bahkan mendikte negara untuk mengikuti kemauan mereka. Kekuatan kapital menjadi darah kemajuan, dan pada saat yang sama juga dapat menebarkan bisa racun yang membuat Asia, Afrika, dan Amerika Latin menjadi korban dari kebesaran Eropah.

Menjamurnya penggunaan produk digital, telah membentuk berbagai komunitas maya, interaksi sosial dan ekonomi yang dulu ditentukan ruang, dan waktu, kini tidak lagi relevan. Beragama informasi, mulai undangan perkawinan, berita kelahiran dan kematian, ucapan selamat dan dukacita, bahkan gossip pun cukup dikirim melalui sms. Dalam hitungan detik, ribuan, puluhan bahkan ratusan ribu dapat dijangkau. Penjualan dan pemasaran kini terjadi secara virtual tanpa harus menempuh jarak fisik dan memakan waktu yang lama.

Dunia pendidikan tak terkecuali. Sekolah Cyber -istilah untuk sekolah maya-membuat seluruh kelas yang sama dan terletak dimana-mana dapat belajar dan berinteraktif dengan satu guru. Administrasi kantor pun bisa dikerjakan di rumah, sehingga wanita akan dapat lebih banyak mengurus anak sambil bekerja. Kita bayangkan, dalam waktu relatif, banyak pengajian cyber yang akan tumbuh, yang berpusat di berbagai pesantren, yang akan melayani berbagai komunitas dengan kebutuhan yang beragam pula.

Masa depan anak kita
Perobahan adalah keniscayaan dan hukum besi sejarah. Sebuah bangsa ataupun masyarakat yang menghindari, ataupun lari dari arus perobahan secara total adalah penggiringan kematian budaya melalui jalan paling konyol. Sebaliknya, masuk dalam arus perobahan, terutama perobahan yang dihasilkan oleh kemajuan teknologi adalah suatu kemustian untuk keberlanjutan suatu budaya. Dalam kerangka lebih luas, sesungguhnya, perobahan budaya dapat dirancang ke arah yang diinginkan. Hal-hal apa saja yang diinginkan atau tidak diinginkan, merupakan komponen penting yang harus dipersiapkan sejak dini.

Budaya digital adalah keterkaitan dari berbagai aspek kehidupan masyarakat; ekonomi, pendidikan politik, sosial, hukum, dan lainnya. Jarum sejarah dunia sedang bergerak ke sana. Waktu kita tinggal sangat sedikit untuk mempersiapkan anak-anak agar siap memasuki arena masyarakat digital itu. Suatu hal yang perlu kita ingat, ketika era informasi mulai bergerak, maka kekuatan individu akan menjadi sesuatu yang sangat dasyhat. Lokasi geografis dan negara akan terkalahkan bagi mereka yang memiliki talenta dan difasilitasi oleh kemajuan teknologi informasi.

Satu persyarat mempercepat integrasi masyarakat kita dengan budaya digital adalah keterlibatan pemerintah daerah dalam membangun infrastruktur informasi yang handal. Dengan begitu akan mampu mengakumulasi informasi dan ilmu pengetahuan yang saat ini akan didapat melalui jalan bebas hambatan melalui jaringan pita lebar komunikasi yang fungsinya sama dengan jalan kereta api dan jalan raya pada awal abad ke 20. Jaringan pita lebar ini akan memberikan peluang yang tidak terbatas kepada siapapun yang melek digital untuk mengetahui tentang apa saja, berinteraksi dengan bebas dengan siapa saja, hampir dalam semua aspek kehidupan.

Tantangan sangat mendesak adalah memberantas “buta digital” pada anak-anak kita yang sedang tumbuh. Satu blue print baru perlu kita persiapkan agar generasi masa depan tidak gagap teknologi. Apakah generasi Aceh akan terintegrasi dengan baik dalam masyarakat digital dan menjadi model masyarakat dunia masa depan, ataukah mereka akan menjadi sebuah entitas yang terbuang, aneh, dan primitif dalam dunia digital yang semakin melaju kencang. Melek digital akan sangat cepat berkembang bila disertai dengan penguasaan bahasa masyarakat dunia. Ini artinya, pembelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak kita dari jenjang pendidikan rendah harus kembali dievaluasi dan dilakukan penguatan-penguatan dengan sistematis.

Memang, ada kekuatiran bahwa sentuhan dengan budaya luar, apalagi secara massif akan dapat merusak budaya lokal. Namun saat yang sama kita juga harus sadar bahwa dalam sejarahnya, budaya Aceh adalah salah satu budaya yang sangat banyak bersentuhan dengan budaya luar. Dalam banyak hal, kebudayaan kita dengan sangat cerdas telah menyerap gagasan-gagasan cemerlang, mengadopsi nilai-nilai baru, dan terus menerus menguji dan melewati padu serasi kompatabilitas dengan tradisi yang kita miliki.

Kita perlu memiliki akar budaya yang kuat untuk menjaga daya preservasi, dan pada saat yang sama juga mengedepankan keterbukaan untuk untuk sebuah adopsi dan adaptasi terhadap hal-hal yang datang dari dunia lain. Salah satu instrumen yang sangat sering gagal dilihat oleh perancang masa depan adalah keniscyaan peran sentral budaya dari sebuah masyarakat. Sejarah menulis berbagai gagasan perobahan skala besar yang diprakarsai oleh pemerintah seringkali menemui kegagalan ketika perobahan skala kecil pada level individu yang kemudian tidak terjelma pada level masyarakat.*
sumber : http://www.serambinews.com/news/view/4461/budaya-digital-dan-generasi-aceh

0 komentar:

Posting Komentar